KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro. Adapun
judul yang dibahas dalam makalah berikut ini yaitu “Dampak inflasi terhadap
tingkat investasi dan tingkat konsumsi masyarakat di Indonesia".
Penulis
juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu dosen dan pihak
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan kita tentang perkembangan
kebijakan-kebijakan ekonomi makro di negara kita dan masalah ekonomi yang
sering terjadi. Untuk kesempurnaan dari makalah ini, maka penulis mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca agar dalam menyusun makalah berikutnya dapat
lebih baik lagi. Akhirnya dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan kita semua, terima kasih.
Batam, 25 April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Mengingat
konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur penilaian pertumbuhan ekonomi
nasional sudah terlanjur di yakini serta
diterapan secara luas,maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga
harus mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi memiliki defenisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonom tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Dengan demikian tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin
tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain
yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha
meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengelola kekuatan ekonomi
potensial menjadi ekonomi rill melalui penanaman modal, penggunaan teknologi,
penambahan pengetahuan, peningkatan keterampilan,penambahan kemampuan
berorganisasi dan manajemen.
Sebagai agen perubahan atau yang sering kita sebut sebagai agent of
change, mahasiswa dan mahasiswi jaman sekarang cenderung tidak memperhatikan
tentang keadaan ekonomi di Indonesia, yang mereka tau hanya sebatas membeli
barang tanpa tau asal-usul darimana dan pertimbangan apa saja yang menentukan
harga barang tersebut. Sebagai "maha" siswa seharusnya mereka
memperhatikan hal-hal atau faktor-faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi
harga-harga barang yang beredar dipasar karena itu akan berdampak pada
faktor-faktor ekonomi lainnya, bahkan berpengaruh terhadap keadaan perekonomian
di Indonesia.
Di makalah ini
kita akan membahas tentang "dampak
inflasi terhadap tingkat investasi dan tingkat konsumsi masyarakat di
Indonesia". Pertanyaan yang timbul dalam pembahasan kali ini adalah
bagaimana bisa inflasi dapat mempengaruhi tingkat investasi di Indonesia, dan
apa hubungannya dengan tingkat konsumsi masyarakat yang ada di Indonesia.
Mungkin hanya sedikit dari kita yang berikir tentang pengaruh
inflasi terhadap investasi yg masuk ke Indonesia maupun terhadap tingkat
konsumsi masyarakat di Indonesia, tapi percaya tidak percaya, kedua hal
tersebut sangat berkaitan erat dengan inflasi. Di negara maju pun inflasi masih
menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian negara tersebut.
Adapun yang menjadi masalah makaklah ini adalah:
1.
Apakah
inflasi, investasi, dan tingkat konsumsi masyarakat itu ?
2.
Apa
saja yang dapat menyebabkan inflasi ?
3.
Bagaimana
cara pemerintah menanggulangin inflasi ?
4.
Apa pengaruh
tingkat inflasi terhadap tingkat investasi dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia
?
5.
Apa
saja yang menjadi syarat-syarat pembangunan ekonomi ?
6.
Dari
mana saja sumber pembiayaan pembangunan ekonomi ?
1.
Untuk
menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat investasi di Indonesia
2.
Untuk
menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui syarat-syarat pembangunan ekonomi.
4.
Untuk
mengetahui sumber-sumber pembiayaan pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KAJAIAN TEORI
Teori ini menganalisis peranan dari jumlah uang beredar, ekspektasi
masyarakat mengenai kemungkinan kenaikan harga (peranan psikologis).
Jumlah uang
beredar. Menurut teori ini, pertambaham volume uang yang beredar sangat dominan
terhadap kemungkinan timbulnya inflasi. Kenaikan harga yang terus menerus
dan tidak dibarengi dengan pertambahan
jumlah uang beredar sifatnya hanya sementara. Dengan demikian menurut teori
ini, apabila jmlah uang tidak ditambah, kenaikan harga akan berhenti dengan
sendirinya.
Ekspektasi.
Berdasarkan teori ini, walaupun jumlah uang bertambah tetapi masyarakat belum
menduga adanya kenaikan, maka pertambahan uang beredar hanya akan menambah
simpanan atau uang kas karena belum dibelanjakan. Dengan demikian harga
barang-barang tidak naik. Jika masyarakat menduga bahwa besok dalam waktu dekat
harga barang akan naik, masyarakat cenderung membelanjakan uangnya karena
khawatir akan penurunan nilai uang, sehingga akan memicu inflasi.
Menurut Keynes, inflasi pada dasarnya disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat (demand) terhadap barang-barang
dagangan (stock), dimana permintaan
lebih banyak dibandingkan dengan barang yang tersedia, sehingga terdapat gap
yang disebut inflationaty gap.
Teori ini berlandaskan kepada struktur perekonomian dari suatu
negara (umumnya negara berkembang). Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh
:
Ketidak-elastisan
penerimaan eksport. Peningkatan hasil eksport tidak secepat atau sepesat sektor
lainnya. Peningkatan hasil eksport yang lambat antara lain disebabkan karena
harga barang yang dieksport kurang menguntungkan dibandingkan dengan kebutuhan
barang-barang import yang harus dibayar. Dengan kata lain daya tukar
barang-barang negera tersebut semakin memburuk.
Ketidak-elastisan
Supply produksi bahan makanan. Terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan
produksi bahan makanan dengan jumlah penduduk, sehingga mengakibatkan
kelonjakan kenaikan harga bahan makanan. Hal ini dapat menimbulkan tuntutan
kenaikan upah dari kalangan buruh / pegawai tetap akibat kenaikan biaya hidup. Kenaikan upah
selanjutnya akan meningkatkan biaya produksi dan mendorong terjadinya inflasi.
Badan Pusat
Statistik (BPS) menegaskan laju inflasi Juli 2013 yang mencapai 3,29% merupakan
angka tertinggi sejak periode yang sama tahun 1999.
"Realisasi laju inflasi 3,29% pada Juli ini adalah yang tertinggi sejak 1999 month on month (MoM) setelah krisis moneter," ujar Kepala BPS, Suryamin dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta, Kamis (1/8/2013).Sementara itu, laju inflasi pada Juli 2013 secara year on year (YoY) sebesar 8,61% tercatat merpakan yang tertinggi sejak 2009.Suryamin menjelaskan, laju inflasi bulan lalu dikontribusi oleh bahan bakar minyak (BBM) dan tarif angkutan umum. Sumbangan dari komodiats BBM tanya hanya berasal dari BBM subsidi melainkan juga BBM non subsidi, termasuk jenis pertamax dan pertamax plus. "BBM menyumbang inflasi tertinggi dengan andil 0,77% dan perubahan harga terhadap Juni 25,27%. Kenaikan harga terjadi di seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) antara 23% sampai 27,45%," ujarnya.
Data BPS menunjukan kenaikan harga BBM berdampak terhadap tarif angkutan dalam kota yang mengalami kenaikan di 66 kota IHK seluruh Indonesia.
Andil tarif angkutan terhadap inflasi tercatat sebesar 0,54% dengan perubahan harga 21,05%. Kupang dan Serang tercatat sebagai IHK dengan kenaikan tarif paling tajam hingga masing-masing 42% serta Sorong sebesar 37%."Tarif angkutan udara juga ikut mengerek inflasi dengan andil 0,08% dan perubahan harga 10,23%. Disebabkan karena permintaan jasa angkutan udara yang meningkat karena liburan sekolah. Dari 29 kota IHK yang mengalami kenaikan, Sorong dan Semarang menyumbang inflasi terbesar masing-masing 28% dan 24%," ujar dia.Disusul, tarif angkutan antar kota yang berkontribusi terhadap laju inflasi Juni ini sebesar 0,07%. Perubahan harga di 63 kota IHK mencapai 12,15% dengan kenaikan inflasi tertinggi di Ambon 33%, manokwari 23%. Sedangkan 3 kota IHK lain, Tarakan, Batam dan Ternate tidak mempunyai angkutan umum."Pengaruh langsung kenaikan harga BBM sudah berakhir di Juli ini. Tapi kalau untuk dampak yang tidak langsung perlu waktu 1-2 bulan, dan setelah itu akan kembali normal," pungkas dia.(Fik/Shd)
"Realisasi laju inflasi 3,29% pada Juli ini adalah yang tertinggi sejak 1999 month on month (MoM) setelah krisis moneter," ujar Kepala BPS, Suryamin dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta, Kamis (1/8/2013).Sementara itu, laju inflasi pada Juli 2013 secara year on year (YoY) sebesar 8,61% tercatat merpakan yang tertinggi sejak 2009.Suryamin menjelaskan, laju inflasi bulan lalu dikontribusi oleh bahan bakar minyak (BBM) dan tarif angkutan umum. Sumbangan dari komodiats BBM tanya hanya berasal dari BBM subsidi melainkan juga BBM non subsidi, termasuk jenis pertamax dan pertamax plus. "BBM menyumbang inflasi tertinggi dengan andil 0,77% dan perubahan harga terhadap Juni 25,27%. Kenaikan harga terjadi di seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) antara 23% sampai 27,45%," ujarnya.
Data BPS menunjukan kenaikan harga BBM berdampak terhadap tarif angkutan dalam kota yang mengalami kenaikan di 66 kota IHK seluruh Indonesia.
Andil tarif angkutan terhadap inflasi tercatat sebesar 0,54% dengan perubahan harga 21,05%. Kupang dan Serang tercatat sebagai IHK dengan kenaikan tarif paling tajam hingga masing-masing 42% serta Sorong sebesar 37%."Tarif angkutan udara juga ikut mengerek inflasi dengan andil 0,08% dan perubahan harga 10,23%. Disebabkan karena permintaan jasa angkutan udara yang meningkat karena liburan sekolah. Dari 29 kota IHK yang mengalami kenaikan, Sorong dan Semarang menyumbang inflasi terbesar masing-masing 28% dan 24%," ujar dia.Disusul, tarif angkutan antar kota yang berkontribusi terhadap laju inflasi Juni ini sebesar 0,07%. Perubahan harga di 63 kota IHK mencapai 12,15% dengan kenaikan inflasi tertinggi di Ambon 33%, manokwari 23%. Sedangkan 3 kota IHK lain, Tarakan, Batam dan Ternate tidak mempunyai angkutan umum."Pengaruh langsung kenaikan harga BBM sudah berakhir di Juli ini. Tapi kalau untuk dampak yang tidak langsung perlu waktu 1-2 bulan, dan setelah itu akan kembali normal," pungkas dia.(Fik/Shd)
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan
(kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan)
produksi dan atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau
juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari
peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam
hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiscal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif),
kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan
permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total
yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar
sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan
permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap
faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi,
inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya
lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang
utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang,
kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di
sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat
adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi,
walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara
signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya
produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan
harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena
terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat
pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa
terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi
(pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku
untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga
memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal
yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah
atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh
yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena
harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai
negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan
mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk
dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat
yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh
seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau tiga belas
tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang
pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya,
orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya
pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan
pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga
menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun.
Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga,
nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan
investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha
membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi
orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang
meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih
rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen,
inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong
untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen
bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup
mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya
terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum,
inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong
kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca
pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa
dampak inflasi terhadap 3 aspek :
a.
Dampak
Inflasi terhadap Pendapatan
Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat
bersifat menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi infasi
lunak), inflasi dapat mendorong parkembangan ekonomi. Inflasi dapat mendorong
para pengusaha memperluas produksinya. Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan
kerja baru sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang. Namun, bagi masyarakat
yang berpenghasilan tetap Inflasi akan menyebabkan mereka rugi karena
penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin
sedikit.
Untuk lebih
jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut! Sebelum infiasi, orang yang menerima
penghasilan Rp 100.000 dapat membeli 100 kg beras seharga Rp 1000,00 per kg.
Karna inflasi, maka harga beras yang semula naik, menjadi Rp 1.250,00 per kg.
Oleh karena nilai beli uang Rp 100.000,00 jika ditukarkan dengan beras kini
hanya menjadi 80 kg. Dari ilustrasi
tersebut,
diketahui ada penurunan nilai tukar sebesar 20 kg (100 kg — 80 kg). Sebaliknya,
orang yang berutang akan beruntung. Anggaplah seorang petani mempunyai utang
Rp100.000,00. Sebelum Inflasi, petani itu harus menjual beras 100 kg untuk
membayar utangnya. Tetapi setelah inflasi harga beras menjadi Rp 1.250,00 per
kg, sehingga petani tersebut cukup menjual 80 kg untuk membayar utangnnya
sebesar Rp 100.000,00.
b.
Dampak
Inflasi terhadap Ekspor
Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang.
Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin mahal. Masih
dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena
daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan
berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.
c.
Dampak
Inflasi terhadap Minat Orang untuk Menabung
Pada masa inflasi, pendapatan rill para penabung berkurang karena
jumlah bunga yang diterima pada kenyataannya berkurang karena laju Inflasi.
Misalnya, bulan Januari tahun 2006 seseorang menyetor uangnya ke bank dalam
bentuk deposito dalam satu tahun. Deposito tersebut menghasilkan bunga sebesar,
misalnya, 15% per tahun. Apabila tingkat Inflasi sepanjang Januari 2006 -
Januari 2007 cukup tinggi, katakanlah 11%, maka pendapatan dari uang yang
didepositokan tinggal 4%. Minat orang untuk membung akan berkurang.
a.
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
1.
Politik
diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang
yang beredar
dapat dikurangi.
2.
Politik
pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal
untuk menyerap
uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan
perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan
laju.
3.
inflasi
dapat lebih rendah
Peningkatan cash ratio: Menaikkan cadangan uang kas yang ada di
bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi
berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
b.
Kebijakan
Fiskal
Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
1.
Mengatur
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya
agar anggaran tidak defisit.
2.
Menaikkan
pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya
karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak.
c.
Kebijakan
Non Moneter
Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
1.
Mendorong
agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
2.
Menekan
tingkat upah.
3.
Pemerintah
melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
4.
Pemerintah
melakukan distribusi secara langsung.
5.
Penanggulangan
inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering
(pemotongan nilai mata uang). Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah
pada tahun
1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan
Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
6.
Kebijakan
yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan
jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga
impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung
menurunkan harga.
7.
Kebijakan
penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
d.
Kebijakan
Sektor Riil
Kebijakan sektor riil dapat dilakukan melalui instrument berikut:
1.
Pemerintah
menstimulus bank untuk memberikan kredit lebih spesifik kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Contohnya bank BRI
mencanangkan tahun ini sebagai Microyear.
2.
Menekan
arus barang impor dengan cara menaikkan pajak.
3.
Menstimulus
masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.
Di Indonesia inflasi sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatan
ekonomi, seperti investasi dan tingkat konsumsi masyarakat. Semakin tinggi
tingkat inflasi berarti tingkat harga saham beberapa perusahaan cenderung
turun. Karena itulah, angka inflasi yang berlebihan akan menjadi sentiment
negatif bagi para investor saham. Selain itu , jika inflasi terlalu tinggi ,
tingkat konsumsi masyarakat akan berkurang , karena harga-harga barang akan
melambung tinggi namun upah atau gaji yang mereka terima dari hasil pekerjaan
mereka cenderung tidak berubah.
Hal itu akan
bedampak pada proses produksi perusahaan dimana para pekerja akan melakukan
mogok kerja untuk menuntut kenaikan gaji. Jika sampai hal itu terjadi, para
investor akan mengurungkan niatnya untuk menginvestasikan uangnya di Indonesia,
dan itu akan berdampak langsung pada semakin menurunnya modal perusahaan dan
kemudian akan terjadi PHK besar-besaran di Indonesia. Hal tersebut sudah pernah
terjadi di Indonesia pada tahun 1998 dimana Indonesia mengalami krisis yang
disebabkan oleh inflasi yang tinggi yang mencapai angka 46,90%. Ditahun itupula
para investor tidak berani menginvestasikan uangnya di Indonesia dan konsumsi
masyarakat Indonesia berkurang karena tidak adanya kemampuan masyarakat untuk
membeli barang dikarenakan harga harga yang melambung tinggi.
Tapi ditahun 2012 Indonesia mampu menjaga kestabilan tingkat
inflasi dan menempatkan Indonesia di tempat kedua dalam perkembangan ekonomi
setelah China. Akibatnya para insvestorpun berdatanganan ke Indonesia dan tidak
ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal tersebut juga berimbas pada
masyarakat Indonesia yang semakin sejahtera dan kemiskinan di Indonesiapun
berkurang karena perekonomian yang berkembang dengan stabil. Dengan tingkat
inflasi yang stabil, dan tingkat investasi yang juga stabil maka tingkat
konsumsi masyarakat di Indonesiapun meningkat. Itu dikarenakan daya beli
masyarakat yang meningkat setara kesejahteraan masyarakat yang meningkat pula.
Dengan
adanya hal tersebut, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa inflasi benar-benar dapat
mempengaruhi tingkat investasi dan tingkat konsumsi masyarakat di Indonesia
bahkan inflasi yang terlalu tinggi dapat membuat negara tersebut berada di
ujung tanduk atau dengan kata lain negara tersebut akan terancam menjadi negara
gagal.
LAPORAN INFLASI
(Indeks Harga Konsumen)
Berdasarkan
perhitungan inflasi tahunan
Bulan Tahun
|
Tingkat Inflasi
|
Desember 2012
|
4.30 %
|
November 2012
|
4.32 %
|
Oktober 2012
|
4.61 %
|
September 2012
|
4.31 %
|
Agustus 2012
|
4.58 %
|
Juli 2012
|
4.56 %
|
Juni 2012
|
4.53 %
|
Mei 2012
|
4.45 %
|
April 2012
|
4.50 %
|
Maret 2012
|
3.97 %
|
Februari 2012
|
3.56 %
|
Januari 2012
|
3.65 %
|
BAB III
PENUTUP
Inflasi sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatan ekonomi , seperti
investasi dan tingkat konsumsi masyarakat. Semakin tinggi tingkat inflasi
berarti tingkat harga saham beberapa perusahaan cenderung turun. Karena itulah,
angka inflasi yang berlebihan akan menjadi sentiment negatif bagi para investor
saham. Selain itu , jika inflasi terlalu tinggi , tingkat konsumsi masyarakat akan
berkurang , karena harga-harga barang akan melambung tinggi namun upah atau
gaji yang mereka terima dari hasil pekerjaan mereka cenderung tidak berubah.
Sebaiknya
pemerintah tetap memantau dan mengawasi faktor faktor yang dapat menyebabkan
inflasi yang tinggi dan sebaiknya pemerintah menjaga tingkat inflasi yang
stabil seperti pada tahun 2013, agar investor tetap mau menanamkan modalnya di
Indonesia dan perkembangan ekonomi di Indonesia dapat terus berkembang ,
masyarakat Indonesia dapat memenuhi konsumsi barang atau jasa yang mereka
perlukan, karena harga-harga barang atau jasa stabil dan tidak mengalami
peningkatan. Dengan begitu kesejahteraan
masyarakat Indonesia akan tercapai dan kemiskinan di Indonesia dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Wilson, Peter, Dkk. 2014. Pengantar
Ekonomi Makro, Edisi ke-2. Jakarta: .
Selemba Empat
http://diaharea.blogspot.com/2012/05/inflasi-terhadap-pertumbuhan-ekonomi.html
id.wikipedia.org/wiki/Inflasis
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/pengertian-dan-definisi-inflasi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi_dan_perekonomian_Indonesia
http://daneea.wordpress.com/2010/04/24/cara-mengatasi-terjadinya-inflasi.html
http://www.forumbebas.com/thread-78524.html
http://thytia.wordpress.com/2011/04/05/masalah-inflasi-indonesia-terhadap-kenaikan-harga
bbm//perusahaan-manufaktur-studi-analisis-cv-firmansyah-meubel
http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_1105.html
http://fitrianiarief.wordpress.com/2013/01/19/analisis-pengaruh-inflasi-terhadap-indeks-harga-saham
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KARDI